KEINDAHAN MEMBERI
Saya adalah orang yang sangat memperhitungkan segala sesuatunya. Semua hal yang ada selalu saya buat perincian. Mengapa? Karena saya takut akan kegagalan ataupun keterpurukan. Oleh karenanya, saya tidak suka banyak memberi. Bagi saya, memberi sama hal nya dengan mengurangi sesuatu yang ada. Bukankah faktanya begitu?
Seperti itulah pemikiran saya dulu sebelum saya merasakan kebaikan Tuhan.
Dari awal saya mulai bekerja, pemimpin rohani saya sudah memberi tahu tentang pentingnya memberi perpuluhan. Dia bekata bahwa saya harus memberi persembahan dari sebagian hasil yang saya dapatkan (lebih tepatnya sepuluh persen nya). Bukan karena Tuhan membutuhkan persembahan itu melainkan hanya sebagai ucapan syukur atas berkat yang sudah Ia berikan. Saya sangat paham akan apa yang dibicarakan oleh kakak rohani saya ini.
Tapi saat saya ingin memberi, muncul rasa tawar menawar dihati saya. Saya berpikir sayang sekali memberi sepuluh persen dari uang saya, lebih baik saya tabung atau saya gunakan untuk membantu keluarga. Karena saya merasa bahwa kebutuhan hidup keluarga kami semakin besar setiap harinya. Papa dan mama saya pun berpikir demikian. Kami tidak pernah melakukan perpuluhan selama bertahun - tahun.
Hingga suatu hari, Tuhan mengijinkan suatu peristiwa menyedihkan terjadi di keluarga kami. Tepatnya pada tanggal 5 November 2015, Tuhan memanggil papa dari tengah2 kami. Kami merasa begitu kehilangan tapi kami sadar bahwa kami tak mampu melakukan apapun untuk mengubah hal itu.
Singkat cerita, waktupun terus berlalu. Saya dan abang saya tetap bekerja. Saya memiliki 2 orang adik yang masih bersekolah. Adik pertama saya duduk dibangku kelas 3 SMA dan yang paling kelas 3 SD. Mama saya usaha kecil-kecilan dirumah, ia menerima pesenan berbagai macam kue2. Dan dengan kepergian papa, sudah pasti pemasukan keluarga kami berkurang sedangkan kebutuhan tetap berjalan bahkan semakin bertambah.
Suatu hari, saya kembali diingatkan tentang pentingnya memberi perpuluhan melalui khotbah diradio. Selesai saya mendengar khotbah itu, hati saya sangat bergejolak. Hari terus berlalu tapi hati dan pikiran saya menjadi tidak tenang. Dalam hati timbul gerakan untuk belajar memberi perpuluhan tapi tidak dipikiran saya. Akhirnya, saya memutuskan untuk sharing dengan kakak rohani saya. Dan ada 1 pepatah yang ia ajarkan dan itu sangat menyentuh hati. Ia berkata : "Give until it pain". Dan kebutuhan itu takkan pernah ada habisnya. Ia akan selalu mengejar kita sampai akhir hidup ini.
Mendengar ucapannya, saya merasa sangat bahagia. Saya memberitahu mama tentang hal ini. Puji Tuhan mama saya pun setuju. Akhirnya, kami mulai belajar memberi persepuluhan dari setiap hasil yang kami dapatkan. Dan memang benar, Tuhan memelihara kehidupan keluarga kami hingga saat ini dengan caraNya yang luar biasa.
Dan sekarang saya paham, bahwa memberi itu takkan mengurangi sedikitpun dari apa yang kita miliki melainkan itu menjadi bukti bahwa kamu telah diberi kelimpahan dalam Pemeliharaan akan Kasih Allah.
Oleh karenanya, jika kamu telah diberikan kelimpahan dalam Kasih Allah bagikanlah juga Kasih itu kepada sesamamu..
Tuhan memberkati kita 😊😇.
Seperti itulah pemikiran saya dulu sebelum saya merasakan kebaikan Tuhan.
Dari awal saya mulai bekerja, pemimpin rohani saya sudah memberi tahu tentang pentingnya memberi perpuluhan. Dia bekata bahwa saya harus memberi persembahan dari sebagian hasil yang saya dapatkan (lebih tepatnya sepuluh persen nya). Bukan karena Tuhan membutuhkan persembahan itu melainkan hanya sebagai ucapan syukur atas berkat yang sudah Ia berikan. Saya sangat paham akan apa yang dibicarakan oleh kakak rohani saya ini.
Tapi saat saya ingin memberi, muncul rasa tawar menawar dihati saya. Saya berpikir sayang sekali memberi sepuluh persen dari uang saya, lebih baik saya tabung atau saya gunakan untuk membantu keluarga. Karena saya merasa bahwa kebutuhan hidup keluarga kami semakin besar setiap harinya. Papa dan mama saya pun berpikir demikian. Kami tidak pernah melakukan perpuluhan selama bertahun - tahun.
Hingga suatu hari, Tuhan mengijinkan suatu peristiwa menyedihkan terjadi di keluarga kami. Tepatnya pada tanggal 5 November 2015, Tuhan memanggil papa dari tengah2 kami. Kami merasa begitu kehilangan tapi kami sadar bahwa kami tak mampu melakukan apapun untuk mengubah hal itu.
Singkat cerita, waktupun terus berlalu. Saya dan abang saya tetap bekerja. Saya memiliki 2 orang adik yang masih bersekolah. Adik pertama saya duduk dibangku kelas 3 SMA dan yang paling kelas 3 SD. Mama saya usaha kecil-kecilan dirumah, ia menerima pesenan berbagai macam kue2. Dan dengan kepergian papa, sudah pasti pemasukan keluarga kami berkurang sedangkan kebutuhan tetap berjalan bahkan semakin bertambah.
Suatu hari, saya kembali diingatkan tentang pentingnya memberi perpuluhan melalui khotbah diradio. Selesai saya mendengar khotbah itu, hati saya sangat bergejolak. Hari terus berlalu tapi hati dan pikiran saya menjadi tidak tenang. Dalam hati timbul gerakan untuk belajar memberi perpuluhan tapi tidak dipikiran saya. Akhirnya, saya memutuskan untuk sharing dengan kakak rohani saya. Dan ada 1 pepatah yang ia ajarkan dan itu sangat menyentuh hati. Ia berkata : "Give until it pain". Dan kebutuhan itu takkan pernah ada habisnya. Ia akan selalu mengejar kita sampai akhir hidup ini.
Mendengar ucapannya, saya merasa sangat bahagia. Saya memberitahu mama tentang hal ini. Puji Tuhan mama saya pun setuju. Akhirnya, kami mulai belajar memberi persepuluhan dari setiap hasil yang kami dapatkan. Dan memang benar, Tuhan memelihara kehidupan keluarga kami hingga saat ini dengan caraNya yang luar biasa.
Dan sekarang saya paham, bahwa memberi itu takkan mengurangi sedikitpun dari apa yang kita miliki melainkan itu menjadi bukti bahwa kamu telah diberi kelimpahan dalam Pemeliharaan akan Kasih Allah.
Oleh karenanya, jika kamu telah diberikan kelimpahan dalam Kasih Allah bagikanlah juga Kasih itu kepada sesamamu..
Tuhan memberkati kita 😊😇.
Komentar
Posting Komentar